Alasan Kominfo Akan Sensor Netflix, YouTube hingga Disney+ Hotstar Kominfo atau Kementerian

Berita

Medan Talk:
Alasan Kominfo Akan Sensor Netflix, YouTube hingga Disney+ Hotstar

Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkaji aturan sensor untuk tayangan di platform seperti YouTube, Netflix hingga Disney+ Hotstar. Alasannya, supaya masyarakat tidak terpapar hal-hal di luar etika.

Bisnis streaming film atau over the top (OTT) terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

– SVOD atau subscription video on demand: mengenakan tarif bulanan seperti Netflix, Amazon Prime Video, Hulu, HBO, dan Disney+ Hotstar

– TVOD alias transactional video on demand: konsumen membeli konten berdasarkan bayar-per-tayang. Contoh layanan TVOD meliputi iTunes Apple, Sky Box Office, dan toko video Amazon. Ada dua sub-kategori:
1. Electronic sell-through (EST): membayar sekali untuk mendapatkan akses permanen ke suatu konten
2. Download to rent (DTR): pelanggan
mengakses konten untuk waktu terbatas dengan biaya lebih kecil
– AVOD atau advertising-based video on demand: seperti siaran televisi, sehingga konsumen perlu menonton iklan

Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, kementerian tengah mengkaji potensi aturan sensor OTT. Tujuannya, mengatur tayangan dan mendorong kesamaan perlakuan dengan tayangan free to air atau FTA seperti stasiun televisi.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan akan segera mengumpulkan pemangku kepentingan terkait untuk membahas rencana penyensoran konten di OTT.

Pemangku kepentingan yang diajak berdiskusi termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbud Ristek, Lembaga Sensor Film alias LSF, pelaku usaha OTT hingga lembaga yang bekerja sama dengan OTT.

“Ini harus didiskusikan betul-betul supaya tidak muncul pertanyaan, mengapa film-film yang tayang di televisi Indonesia disensor? Orang merokok saja di-blur atau dibuat buram, sedangkan film di OTT bebas,” kata Usman di Tarakan, Minggu (20/8).

“Ini kan tidak adil. Mungkin karena itu orang berpikir ketimbang menonton di televisi dengan banyak sensor, lebih bagus menonton di OTT. Akhirnya lebih banyak orang terpapar hal-hal yang melanggar etika,” Usman.

sumber : katadata.id

Alasan Kominfo Akan Sensor Netflix, YouTube hingga Disney+ Hotstar

Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkaji aturan sensor untuk tayangan di platform seperti YouTube, Netflix hingga Disney+ Hotstar. Alasannya, supaya masyarakat tidak terpapar hal-hal di luar etika.

Bisnis streaming film atau over the top (OTT) terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

- SVOD atau subscription video on demand: mengenakan tarif bulanan seperti Netflix, Amazon Prime Video, Hulu, HBO, dan Disney+ Hotstar

- TVOD alias transactional video on demand: konsumen membeli konten berdasarkan bayar-per-tayang. Contoh layanan TVOD meliputi iTunes Apple, Sky Box Office, dan toko video Amazon. Ada dua sub-kategori:
1. Electronic sell-through (EST): membayar sekali untuk mendapatkan akses permanen ke suatu konten
2. Download to rent (DTR): pelanggan
mengakses konten untuk waktu terbatas dengan biaya lebih kecil
- AVOD atau advertising-based video on demand: seperti siaran televisi, sehingga konsumen perlu menonton iklan

Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi mengatakan, kementerian tengah mengkaji potensi aturan sensor OTT. Tujuannya, mengatur tayangan dan mendorong kesamaan perlakuan dengan tayangan free to air atau FTA seperti stasiun televisi.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan akan segera mengumpulkan pemangku kepentingan terkait untuk membahas rencana penyensoran konten di OTT.

Pemangku kepentingan yang diajak berdiskusi termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbud Ristek, Lembaga Sensor Film alias LSF, pelaku usaha OTT hingga lembaga yang bekerja sama dengan OTT.

“Ini harus didiskusikan betul-betul supaya tidak muncul pertanyaan, mengapa film-film yang tayang di televisi Indonesia disensor? Orang merokok saja di-blur atau dibuat buram, sedangkan film di OTT bebas,” kata Usman di Tarakan, Minggu (20/8).

“Ini kan tidak adil. Mungkin karena itu orang berpikir ketimbang menonton di televisi dengan banyak sensor, lebih bagus menonton di OTT. Akhirnya lebih banyak orang terpapar hal-hal yang melanggar etika,” Usman.

sumber : katadata.id

Browse berita / cerita Medan sesuai hashtags >> nasional Berita MedanTalk

Silakan cek berita dan update terbaru di menu HARI INI , link ada diatas
Untuk informasi pasang iklan , silakan baca halaman sponsors atau contact

Follow, browse update terkini di link ini:

Follow Instagram @MedanTalk untuk cerita video reels dan story terkini yang tidak diposting ke web
Yang main tiktok, add TikTok @MedanTalkViral
follow instagram @MedanTalkViral khusus berita viral
YouTube channel MedanTalk untuk berita video

Cek info lowongan kerja di www.KarirGram.com
Medan Punya Cerita cek www.MedanKu.com

Browse berita cerita lainnya di hashtags dibawah => iklan medan medantalk

Untuk informasi Lowongan Kerja , cek web www.KarirGram.com dan IG @KarirGram
Untuk cerita Medan, cek www.MedanKu.com dan IG @MedanKu
Untuk informasi tips Otomotif cek www.otomtalk.com dan IG @Otomtalk
Powered by webhosting terjamin

Sumber: https://www.instagram.com/p/CwSSxdkPXwp/